Pagi ini, cuaca terlihat tidak
bersahabat dengan siswa-siswi yang ingin berangkat sekolah *mungkin?* khususnya
aku. Meski hujan yang turun tidak terlalu deras, namun aku rasa akan
membasahiku jika aku nekat untuk menerjangnya.
Akhirnya jam 06.45 pagi, hujan
agak sedikit reda. Aku beranikan diri untuk langsung menuju jalan raya untuk
menaiki angkutan umum. Untungnya banget ketika aku sampai di jalan raya
langsung ada angkot yang sudah menungguku. Mungkin sang supir sudah melihatku
dari kejauhan.
Dan syukurlah aku sampai ke
sekolah dengan selamat sentausa haha. Seperti biasanya, untuk mengawali
kegiatan, sekolah kami mengadakan pembacaan ayat suci Al-Qur’an terlebih dahulu
secara bersama-sama. Dan karena ini adalah hari senin, maka pagi inipun
diadakan Upacara Bendera. Dengan keadaan langit yang sedang berduka,
*sepertinya* banyak yang menginginkan untuk air matanya jatuh saja. Haha
termasuk juga aku. Tapi sayang karena belum juga mengeluarkan air matanya,
akhirnya Upacarapun jadi dilaksanakan.
Dengan petugas Upacara kelas X.7
dan Pembina Upacara Bapak Rustaman akhirnya berjalanlah upacara bendera.
Petugas Upacara *yang aku inget*
1. Tura
*ga kenal dan ga tau. Tapi kalau ga salah dia pernah ikut CCA. Bagus suaranya
wheheh*
2. Protokol
*kalau gasalah namanya Yuli*
3. Ajudan
*Rissa Maulida. Yang ini pernah satu kelas waktu SMP*
4. Pemimpin
Upacara *yang ini aku tau, karena satu ekstra, Akhmad Jauhari*
5. Pengibar
Bendera *Akang Hendri, Kang Aulia & Kang Rifaldi*
6. Pembaca
UUD ’45 *Nawati*
7. Pembaca
Ikrar kader disiplin siswa *Susi*
8. Pembaca
Janji siswa *ga jauh beda sama nomor satu. Ga kenal & ga tau*
9. Pembaca
Do’a *sama kaya nomor 8*
10. Dirigen
*Daswinih*
Langsung ke bab selanjutnya.
Wkaka
Waktu memberikan amanat
Bapak Rustaman bercerita yang kurang
lebihnya,
“Pada suatu hari, ada seorang
anak yang sedang duduk-duduk di saung. Disana, ia melihat kepongpong. Setelah
ia perhatikan, kepongpong itu bergerak-gerak. Ternyata eh ternyata sepertinya
ada ulat yang sudah menjalani masa puasanya *sebagai kepongpong* dan ingin
keluar sebagai kupu-kupu. Terlihat kupu-kupu kecil itu kesulitan mengeluarkan
tubuhnya dari kepongpong. Awalnya baru keluar kepalanya saja. Anak itu iba
melihat kupu-kupu itu dan dia pun menolong mengeluarkan kupu-kupu itu dengan
cara membelah kepongpong itu dengan alat bantu silet. Akhirnya yang dahulunya
ulat itu, keluar sebagai kupu-kupu. Namun, kupu-kupu itu tidak bisa terbang,
walau sekeras apapun ia mencobanya tetap saja kupu-kupu itupun jatuh lagi dan
lagi sampai akhirnya mati”.
Setelah diteliti *ga tau deh
siapa yang menelitinya*, ternyata ketika si kupu-kupu masih berada di dalam
kepongpong dan mencoba keluar dari kepongpong dengan susah payah, pada saat
itulah mulainya aktif kelenjar-kelenjar *yang juga ga dijelasin secara
mendetail. Pokoknya kelenjar gitulah*. Pada saat anak itu membantu mengeluarkan
kupu-kupu. Justru pada saat itu dia menonaktifkan kelenjar yang seharusnya
aktif.
Ini bukti bahwa, tidak selamanya
kesulitan itu buruk, ada kebaikan, ada kemudahan di baliknya. Seperti kata
Allah bahwasannya ada kemudahan dibalik kesulitan.
Sekian. Semoga bermanfaat.
Wheheh ada yang lupa. Upacaranya dibubarin saat pemimpin
upacar ingin kembali ketempatnya. Mengingat hujan mulai turun dengan derasnya.
Yess huu :D